Di balik gemerlapnya dunia perjudian angka di Indonesia, tersimpan praktik-praktik kuno yang menyelinap di antara logika dan mistik. Salah satunya adalah “ngalap”, sebuah tradisi yang dijalankan dengan penuh keyakinan untuk memperoleh angka jitu—angka yang diyakini membawa keberuntungan besar.
“Ngalap” bukan sekadar perburuan angka. Ia adalah sebuah ritual, petualangan spiritual, bahkan terkadang perjalanan batin. Praktik ini berasal dari keyakinan bahwa angka-angka tidak muncul secara acak, melainkan dibisikkan oleh alam semesta kepada mereka yang tahu bagaimana cara mendengarkannya.
Di desa-desa terpencil Jawa, terutama di daerah pesisir selatan atau lereng gunung, masih banyak orang yang rela menempuh perjalanan malam, menyusuri hutan atau mendaki bukit, hanya untuk ngalap berkah atau wangsit dari tempat-tempat yang dianggap sakral. Goa keramat, makam wali, pohon tua berusia ratusan tahun—semuanya menjadi simpul-simpul spiritual tempat orang mencari pertanda angka.
Ritual ini sering dimulai dengan puasa mutih—hanya makan nasi dan air putih selama tiga atau tujuh hari. Ada pula yang melakukan tapa bisu, tidak berbicara selama ritual, sebagai bentuk ketundukan total kepada kekuatan gaib. Dalam kesunyian itu, mereka berharap angka-angka akan datang dalam mimpi, atau melalui pertanda yang mereka temui di alam: seekor ular yang melintas, suara burung tertentu, hingga susunan daun jatuh di tanah.
“Kadang angka itu datang dalam bentuk bayangan samar di air,” ujar Pak Sarto, seorang pelaku ngalap asal Wonogiri. “Kadang dalam mimpi, ada suara yang menyebut angka. Tapi tidak semua bisa menangkapnya. Harus bersih hati, ikhlas, dan tidak serakah.”
Bagi sebagian orang luar, ini mungkin terdengar mengada-ada. Namun bagi para pelakunya, ngalap bukan sekadar mencari angka. Ini adalah proses pencarian, semacam hubungan personal dengan kekuatan yang lebih besar dari mereka. Ada keyakinan bahwa angka jitu bukan hanya hasil logika, tapi hasil “bisikan gaib” yang hanya diberikan kepada yang layak menerimanya.
Yang menarik, praktik ini bukan hanya milik orang tua atau mereka yang tinggal di pedesaan. Generasi muda yang melek teknologi pun kerap mencampurkan praktik ngalap dengan pendekatan modern. Ada yang menggunakan aplikasi mimpi atau numerologi digital setelah melakukan semedi atau meditasi. Bahkan, beberapa komunitas di forum-forum daring saling berbagi “petunjuk angka” hasil ngalap, menciptakan jaringan mistik digital yang berkembang diam-diam.
Namun tentu saja, praktik ngalap tidak lepas dari kontroversi. Dalam pandangan agama maupun hukum, ritual ini sering dianggap menyimpang. Tapi seperti halnya banyak kepercayaan lokal lainnya, ngalap bertahan karena menyatu dengan kebudayaan dan spiritualitas masyarakat. Ia tidak selalu soal angka atau uang. Kadang, ngalap adalah tentang harapan. Dalam dunia yang penuh ketidakpastian, harapan itulah yang membuat manusia terus bergerak.
Di antara asap dupa yang mengepul dan lantunan doa lirih di malam buta, ada sekelompok orang yang percaya bahwa angka bisa menjadi pesan dari alam. Mereka bukan sekadar penjudi, melainkan peziarah angka. Dan di tanah yang penuh magi seperti Indonesia, kisah-kisah semacam ini bukan dongeng—melainkan realitas yang hidup, berdenyut, dan terus diwariskan.